Kita sering mendengar istilah haji mabrur dalam keseharian kita. Ucapan doa kita kepada saudara-saudara kita yang akan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dengan kalimat, “semoga menjadi haji yang mabrur” bukanlah istilah yang baru bagi kita.
Namun tahukah kita apa makna sesungguhnya dari istilah haji mabrur ini? Apa makna dan pengertian yang terkandung dibalik kata haji mabrur itu? Apa saja tanda-tandanya hingga seseorang bisa dikatakan telah meraih haji mabrur itu? Dan yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana cara atau kiat untuk meraih haji mabrur itu? Oleh sebab itu, pada artikel saya kali ini, saya akan coba mengajak kita semua untuk menelaah topik ini bersama-sama.
Pengertian Haji Mabrur
Secara bahasa, “haji mabrur” berarti “haji yang baik”. Mabrur berasal dari kata “al-birru” yang artinya“kebaikan”. Dalam Kitab Lisan al-Arab, “mabrur” dapat berarti baik, suci, dan bersih dan juga berarti maqbul atau diterima. Sedangkan menurut istilah yang telah dirumuskan oleh para ulama, “haji mabrur”memiliki berbagai macam makna, antara lain sebagai berikut:
Dalam kitab Fathul Baarii, Syarah Bukhari-Muslim menjelaskan:
“Haji mabrur adalah haji yang maqbul yakni haji yang diterima oleh Allah swt”.
Imam Nawawi dalam syarah Muslim berkata:
“Haji mabrur itu ialah haji yang tidak dikotori oleh dosa, atau haji yang diterima Allah SWT, yang tidak ada riya, tidak ada sum’ah, tidak ada rafats dan tidak ada fusuq”.
Didalam kitab Minhajul Muslimin, Abu Bakar Jabir al Jazaari mengungkapkan bahwa:
“Haji mabrur itu ialah haji yang bersih dari segala dosa, penuh dengan amal sholeh dan kebajikan-kebajikan”.
Berdasarkan hal ini, maka dapat kita simpulkan bahwa haji mabrur bermakna:
“ibadah haji yang diterima oleh Allah swt karena tidak dikotori oleh perbuatan dosa, riya’, sum’ah, rofats dan fusuq, dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah swt semata, penuh dengan amal sholeh dan kebajikan-kebajikan didalamnya”.
Tanda-tanda atau Ciri-ciri Haji Mabrur
Di dalam surat al-Hajj ayat 58, Allah swt menjelaskan salah satu tujuan haji adalah:
“Agar mereka (orang-orang yang melaksanakan haji itu) menyaksikan manfaat-manfaat (yang banyak) bagi mereka”.
Setelah kita memahami sekilas tentang makna atau pengertian haji mabrur ini, baik menurut arti secara bahasa maupun berdasarkan istilah yang telah disampaikan oleh para ulama, maka kemudian muncul pertanyaan selanjutnya kepada kita, apa ciri-ciri atau tanda bahwa ibadah haji yang telah dilakukan oleh seseorang itu bisa disebut haji yang mabrur?
Yang mampu menilai mabrur tidaknya haji seseorang hanyalah Allah SWT. Kita sebagai manusia tidak bisa memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak. Namun para ulama telah banyak menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnya haji seseorang, berdasarkan keterangan al-Quran dan al-Hadits.
Walaupun hal ini juga tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang, namun begitu, tidak ada salahnya kita mengambil pelajaran dari tanda-tanda atau ciri-ciri haji mabrur yang telah disebutkan oleh para ulama tersebut yang telah saya rangkum berikut ini:
1. Semakin Zuhud Terhadap Dunia dan Semakin Cinta Kepada Akherat
Imam Hasan Al Bashri rahimahulloh berkata:
Haji yang mabrur adalah haji yang menjadikan pelakunya ketika pulang dari ibadah haji menjadi orang yang semakin zuhud dalam kehidupan dunia dan semakin condong pada urusan kehidupan akhiratnya.
Ia tidak lagi mau diperbudak oleh hartanya. Dunia boleh saja berada di tangannya namun tidak di hatinya. Aktifitasnya dalam kehidupan dunia tidak akan lagi mampu melalaikannya dari ingat kepada Allah SWT. Ia tidak melupakan tanggung jawab mendidik isteri dan anak-anaknya.
Ia senantiasa berusaha agar penghasilannya hanya dari usaha yang halal, bukan dari hasil yang haram seperti renten, riba, suap, korupsi, mencuri, judi, pungli, memeras, menipu, dan memakan hak orang lain.
2. Hubungan Vertikal dengan Allah SWT Menjadi Lebih Baik dengan Peningkatan Gairah Beribadah Sekembalinya dari Tanah Suci
Mereka yang meraih haji mabrur akan semakin rajin ke masjid untuk shalat berjama’ah ataupun menghadiri berbagai kegiatan keagamaan. Sebab selama mereka di tanah suci telah melatih dirinya untuk terus menurus sholat berjama’ah di masjid.
Bahkan datang lebih awal dari jadwal waktu sholat berjama’ah. Sampai-sampai rela berlari-larian dan berdesak-desakan untuk meraih tempat yang utama di dalam masjid seperti di Raudhah. Pengalaman itu terus membekas dan menyatu membentuk karakter dan kebiasaan baru dalam dirinya.
Menjadi lebih baik dalam hal tauhid. Jika ada diantara jamaah haji yang sebelum hajinya masih ada yang suka pergi ke dukun untuk minta kekayaan, anak, jodoh, cepat naik pangkat dan lain-lain maka setelah pulang dari menunaikan ibadah hajinya ia tinggalkan hal tersebut dan bertaubat kepada Allah SWT.
Kwalitas ibadahnya kepada Allah SWT menjadi lebih baik, shalat yang lima waktu tidak pernah ditinggalkan, bahkan selalu tepat pada waktunya. Zakat maal tidak lupa dikeluarkannya dan puasa di bulan Ramadhan sempurna dijalankannya.
Segala ibadahnya dilaksanakan dengan penuh rasa cinta kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang tidak terhingga. Ia menjadi seseorang yang selalu siap mengorbankan harta, tenaga dan waktu untuk menggapai ridha dari Allah SWT.
3. Hubungan Horizontal Semakin Lebih Baik dengan Tumbuhnya Rasa Kepedulian Sosial yang Semakin Tinggi
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Jabir r.a., Rasulullah SAW pernah bersabada:
Haji yang mabrur tiada lain balasannya kecuali surga”. Lalu beliau ditanya, “apa tanda kemabrurannya ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “memberi makan orang yang kelaparan, dan tutur kata yang santun”.
(HR. Ahmad, Thabraniy, dan lainnya).
Dalam hadis di atas, nilai kepedulian sosial terungkap dalam kalimat “memberi makan orang yang kelaparan”. Dari sini dapat dipahami secara lebih luas lagi dalam bentuk memberikan berbagai macam bantuan sosial. Bisa berarti memberikan bantuan pendidikan kepada anak-anak yang putus sekolah; rajin bersedekah kepada para fakir miskin; suka bergotong royong untuk kemaslahatan bersama.
Orang-orang yang kembali dari tanah suci dan meraih haji yang mabrur akan menjadi pribadi-pribadi dermawan. Lebih mendahulukan kepentingan umum ketimbang kepentingan dirinya sendiri. Bahkan pada tingkatan yang paling sempurna adalah ia rela memberikan bantuan kepada orang lain, padahal dirinya juga membutuhkan sesuatu yang diberikan itu.
4. Tutur Kata yang Semakin Santun
Tutur kata yang baik menjadi syarat terjalinnya hubungan yang harmonis di tengah masyarakat. Sebab seringkali perselisihan dipicu oleh kata-kata yang tak patut terucap dan menyakiti orang lain.
Karena itu, mereka yang meraih haji mabrur tampak pada tutur katanya yang santun. Sebab larangan berkata-kata kasar, keji dan kotor serta larangan berbantah-bantahan selama menjalankan ibadah haji telah mengajarkan dan membekas dalam kepribadian mereka selanjutnya.
Ia senantiasa berusaha menjaga perasaan orang lain.Tidak ingin menang sendiri dalam tiap pembicaraan. Atau dalam ungkapan yang lebih tegas dapat dinyatakan bahwa para peraih haji mabrur adalah pribadi-pribadi yang berakhlak mulia yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dari sikap maupun perkataan yang kasar, keji dan kotor.
Kiat dalam Meraih Haji Mabrur
Setiap orang yang pergi menunaikan ibadah haji pasti mencita-citakan haji yang mabrur. Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrur berarti diterima oleh Allah swt, sedangkan sah berarti menggugurkan kewajiban saja.
Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah SWT. Berikut beberapa kiat dari sebagian besar ulama yang perlu diperhatikan dan dilakukan agar kita dapat meraih predikat atau derajat haji yang mabrur ini:
1. Ikhlas Hanya Karena Allah SWT
Untuk meraih haji mabrur maka hendaklah ibadah haji yang dilakukan benar-benar berangkat dari motivasi dan niat yang ikhlas hanya ingin beribadah memenuhi panggilan Allah SWT dan mencari keridho’an-Nya semata. Niat merupakan hal yang sangat penting dalam setiap ibadah yang kita lakukan, bahkan niat menjadi penilaian dari setiap arah dan tujuah ibadah yang kita yang tunaikan.
Dalam hal ini Allah SWT telah berfirman:
Dan tidaklah mereka disuruh (untuk beribadah) kecuali hanya untuk menyembah Allah SWT dan mengikhlaskan agama (semata-mata) hanya kepada-Nya”.
(QS. Al-Bayyinah: 5).
Rasulullah SAW. juga telah mengaskan dalam sabdanya:
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung dari niatnya dan masing-masing mendapat pahala dari niatnya itu”.(Muttafaq’ Alaihi).
2. Sesuai Dengan Tuntunan Rasululloh SAW
Dalam hal ini Rasululloh SAW bersabda:
Contohlah cara manasik hajiku!”(HR Muslim).
Dengan demikian, seorang muslim yang ingin meraih haji mabrur harus mengetahui dengan benar apa saja rukun, kewajiban, sunnah, dan larangan haji yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Ia juga harus berusaha meninggalkan tindakan-tindakan yang tidak ada contohnya dari beliau. Karena tidak ada jaminan tindakan-tindakan tersebut akan mendapat pahala dari Allah SWT.
Di sini, pengetahuan terhadap amalan-amalan haji yang sesuai tuntunan Rasulullah SAW adalah hal mutlak. Sebab ketidak-tahuan dan sikap yang hanya sekedar ikut-ikutan saja hanya akan menjerumuskan kita pada perbuatan fusuq atau kefasikan yaitu telah keluar dari jalan yang benar yang telah dituntun oleh baginda Rasululloh SAW.
Haji mabrur tidak akan diraih bila seseorang tidak mengetahui dengan benar apa yang harus dilakukan dan apa yang harus ditinggalkannya sesuai dengan tuntunan dari Rasululloh SAW ketika berada di tanah suci. Jangan sampai terjerumus dalam amalan khurafat dan bid’ah yang akhirnya malah akan merusak nilai ibadah haji yang sedang dikerjakan.
3. Patuh pada Setiap Perintah dan Larangan Allah SWT
Tak hanya perintah dan larangan yang berkaitan dengan haji tapi juga perintah dan larangan Allah SWT secara umum. Ini kewajiban seorang muslim kapan dan di mana pun ia berada. Apalagi pada saat menunaikan ibadah haji di tanah suci, tentunya sikap patuh ini harus lebih baik lagi ditunjukkan dihadapan Allah SWT.
4. Gunakan Hanya Harta yang Halal dan Baik
Rasululloh SAW bersabda:
Sesungguhnya Allah itu baik, Dia tidak menerima kecuali dari yang baik”.
(HR. Muslim)
Beliau juga pernah bersabda:
Bagaimana mungkin akan dikabulkan, doa orang yang makanannya, minumannya, pakaiannya, dan pendapatannya haram, sekalipun ia terus menerus menengadahkan tangannya ke langit”.
Oleh sebab itu, salah satu kiat untuk bisa meraih haji mabrur adalah memastikan segala biaya dan nafkah yang digunakan untuk menunaikan ibadah haji haruslah benar-benar bersumber dari harta yang halal lagi baik.
Rasulullah saw. bersabda: :
Jika seseorang pergi menunaikan haji dengan biaya dari harta yang halal dan kemudian diucapkannya, “Labbaikallohumma labbaik ( ya Allah, inilah aku datang memenuhi panggilan-Mu). Maka berkatalah para malaikat penyeru dari langit: “Allah menyambut dan menerima kedatanganmu dan semoga kamu berbahagia. Pembekalanmu halal, pengangkutanmu juga halal, maka hajimu mabrur, tidak dicampuri dosa.” Sebaliknya, jika ia pergi dengan harta yang haram, dan ia mengucapkan: “Labbaik”. Maka para malaikat penyeru dari langit berseru: “Tidak diterima kunjunganmu dan engkau tidak berbahagia. Pembekalanmu haram, pembelanjaanmu juga haram, maka hajimu ma’zur (mendatangkan dosa) atau tidak diterima”.(HR. Tabrani).
4. Penuhilah Waktu Ibadah Haji dengan Perbanyak Amalan yang Baik
Hendaklah memanfaatkan momentum ibadah haji ini dengan memperbanyak segala amalan sholeh seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat tepat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.
Ibnu Rajab berkata: “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa”.
Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Rasululloh SAW pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,“Memberi makan dan berkata-kata baik”.
5. Tidak berbuat Maksiat Selama Sedang Ihram
Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas. Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal.
Allah SWT berfirman:
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji”.
Rasululloh SAW bersabda,
Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya”.
Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.
Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah SWT, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas. Termasuk juga disini adalah amalan-amalan bid’ah yang dilakukan saat menjalankan ibadah haji yag tidak ada tuntunannya dari Rasululloh SAW.
Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan sehingga menimbulkan perdebatan, pertengkaran bahkan permusuhan. Hal ini sering terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari. Muncul dari penyakit hati yang takabbur dan sombong dan suka memandang rendah orang lain.
Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, bersenggama dengam pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lainnya tetap tidak boleh. Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.
6. Efek Perubahan Pasca Haji
Ibadah haji yang ditunaikan harus mampu memperbaiki akhlak dan tingkah laku. Sesudah kembali dari tanah suci. Itu semua menjadi sarana untuk mengembalikan lagi tujuan hidup kita agar kembali kepada fitrah yang sebenarnya, yakni menjadi manusia yang memiliki akhlak yang terpuji.
Perlu diingat bahwa tujuan ibadah dalam Islam, tidak terkecuali ibadah haji adalah untuk lebih mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah SWT adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Oleh sebab itu apabila setelah menunaikan suatu ibadah seseorang masih tetap melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah SWT tidak menerima amalannya.
Ibadah haji adalah tempat belajar. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah SWT. Untuk sementara, mereka dijauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.
Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik ibadah haji tersebut pada dirinya.
Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah merupakan salah satu tanda haji mabrur.
Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridho Allah Ta’ala. Ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia.
Al-Hasan al-Bashri mengatakan,
Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.” Ia juga mengatakan, “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji”.
Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan,
Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran”.
Kesimpulan
Demikianlah pembahasan singkat tentang topik yang berkaitan dengan istilah haji mabrur ini. Dapat saya simpulkan bahwa untuk meraih haji mabrur itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh serta kiat yang benar dalam meraihnya. Namun dari semua yang telah disampaikan, ada tiga hal penting yang harus benar-benar diperhatikan agar ibadah haji yang kita lakukan meraih predikat atau derajat mabrur disisi Allah SWT.
Tiga hal penting yang saya maksudkan disini adalah yang telah tersurat dan tersirat didalam Al-Qur’an maupun dalam hadits Rasululloh SAW, antara lain sebagai berikut:
- Rofats (perbuatan atau perkataan kotor dan keji)
- Fusuq (perbuatan atau perkataan yang telah keluar dari kebenaran)
- Jidal (perdebatan yang berlebihan atau berbantah-bantahan sehingga menimbulkan permusuhan dan pertengkaran)
Ketiga hal inilah penentu mabrur tidaknya haji seseorang. Jika kita mampu mengendalikan diri dan hawa nafsu kita dari ketiga hal ini, maka insyaAlloh ibadah haji yang dilakukan akan menjadi mabrur atau maqbul atau diterima oleh Allah SWT.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pertolongan kepada kita semua untuk senantiasa ikhlas dalam setiap ibadah, istiqomah pada jalur yang benar dalam amalan-amalan ibadah kita, dan terhindar dari amalan-amalan yang diluar dari tuntunan yang benar dari Allah SWT dan Rasul-Nya SAW.
sumbeerrww.wisatakhalifa.com/haji-dan-umroh/haji-mabrur/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar